Senin, 07 September 2015

Dua Sahabat yang Patah Hati Dikala Senja


Sore itu,
Ketika matahari akan kembali ke peraduan
Dua orang sahabat sedang duduk di kursi kayu sambil menatap langit
Mereka menantikan kehadiran  jingga diujung senja
Berharap cahaya jingga akan menerangi hati mereka yang dirundung duka
Kemudian mengubur dan menenggelamkannya mereka bersama matahari

Hening memekakkan telinga
Mereka saling terdiam,
Pandangan mereka berkeliaran pada langit disana
Mencari-cari keberadaan jingga
Tetapi langit kelabu masih saja menutupi indahnya cakrawala
Jingga tak jua mau menampakkan dirinya
Hanya ada awan gusar yang sebentar lagi akan mengeluarkan tetes-tetes air kegalauan
(dibaca: hujan)

Lalu mereka bertanya-tanya.
Ini senja atau malam?
Mengapa kami tidak bisa melihat  jingga?
Apakah  senja sudah berlalu?
Tega sekali tidak izin pamit pulang
Padahal kami sangat membutuhkannya
Untuk hati kami yang rapuh dan  hampir mati
Tetapi nampaknya ini belum malam
Sendandung adzan maghrib belum berkumandang
Sayup-sayup pun tidak terdengar sama sekali
Itu tandanya ini masih senja
Matahari belum pulang ke peraduan
Tetapi tertahan oleh kumpulan awan hitam

Kristal bening mulai membasahi kulit mereka
Nampaknya awan hitam itu mulai jenuh
Hingga mulai mengeluarkan  tetes-tetes air kegalauan
Hujan, janganlah menjadi pertanda air mata yang akan jatuh terurai
Aamiin.. semoga saja.

Tetapi tunggu dulu, ini bukan hujan
Ini air mata dari kedua sahabat yang sedang patah hati itu
Mereka  menangis sejadi-jadinya meratapi nasib mereka
Miris sekali memang,
Mengapa lagi-lagi hati mereka dengan mudah dipatahkan oleh pria-pria sialan?
Mengapa kasih sayang dan cinta mereka sama sekali tidak dihargai oleh pria-pria sialan itu?
Mengapa pria-pria sialan  itu sama sekali tidak bersyukur telah memiliki mereka?

Cinta memang kejam
Mereka yang tulus mencintai malah disia-siakan
Tetapi yang bertopeng malah diperjuangkan mati-matian
Apa yang ada di benak pria-pria sialan  itu?
Logika mereka sama sekali tidak berguna
Mereka bodoh, sangat bodoh.
Gengsi yang mempertahankan logika mereka yang bodoh itu

Coba saja mereka sedikit menggunakan kecedasan emosinya
Bisa merasakan dan berempati tentang perasaan wanita
Pasti di dunia ini tidak akan ada lagi wanita yang tersakiti
Logika memang berbanding terbalik dengan perasaan
Tetapi seharusnya bisa saling melengkapi

Lihatlah sekarang kedua sahabat yang sedang patah hati itu
Rapuh, lemah, dan tidak berdaya
Hanya bisa menangis
Dimana senja mereka?
Sudah pergi dibawa malam
Kata angin yang bertiup kala itu

Sudahlah, kini sudah malam.
Matahari sudah tenggelam, pun dengan patah hati mereka
Seharusnya sudah ikut tenggelam juga
Tetapi masih saja mereka patah hati
Karena hati mereka masih tertinggal di lembayung senja

Minggu, 02 Agustus 2015

Alhamdulillah, Allah itu Baik.

Awalnya aku pikir, aku tidak akan pernah bisa menemukan satu pria yang benar-benar klop denganku. 3 tahun melajang membuatku nyaris putus asa untuk bisa menemukan belahan jiwaku. Aku lelah ya Allah, terus berkelana tetapi tidak pernah berujung indah. Terlalu sering disakiti, ditinggalkan dan tidak diberi kepastian membuatku muak dan cukup kebal dengan kondisi "sendiri". Ya,  benar-benar sendiri. Tidak ada satupun orang yang menemani.

Kesepian? Mungkin. Tapi tidak terlalu juga. Beberapa pria silih berganti datang dan pergi menemaniku dengan caranya masing-masing. Mereka hanya "transit", tidak benar-benar berlabuh di hatiku. Entah mengapa Tuhan selalu mempunyai cara agar aku gagal bersama mereka. Sedih? Pasti. Tetapi dibalik itu semua mungkin inilah cara Allah menunjukkan bahwa mereka bukan yang terbaik untukku.

Terakhir aku dekat dengan pria teman kampusku. Namanya Agha. Dia memang baik, lumayan klop denganku. Tetapi sayang, dia tidak terbuka. Dia berubah saat aku benar-benar membutuhkannya. Aku benci. Dia berbohong. Dia tidak pernah peka. Lebih dari 3 bulan waktuku terbuang sia-sia, skripsiku terbengkalai. Tetapi apa yang aku dapat? Hanya kebohongan dan tidak ada kepastian. Muak rasanya. Aku lelah berjuang sendiri. Lalu ku putuskan untuk mundur. Tak ada gunanya aku teruskan, hanya membuatku sakit.

Sampai suatu ketika, Tuhan berbaik hati mempertemukan aku dengan Manji. Dia adalah teman dekat Zafar, pacarnya Meilani sahabatku. Awalnya aku bersikap biasa saja. Malah tidak memperdulikannya karena aku masih fokus mengurusi skripsiku.

Malam itu kami bertemu, aku sempat kesal karena tidak sesuai rencana. Membuang-buang waktu saja. Aku sudah bosan. Sampai aku bersumpah jika malam ini tidak jadi bertemu, aku tidak pernah mau mengenalnya lagi. Tetapi untung saja waktu masih memberikan kami kesempatan untuk bertemu. Lalu kami bertemu dan berbincang-bincang. Ternyata orangnya sangat mengasyikan. Enak diajak berbicara dan banyak kesamaan diantara kami. Tidak mengecewakan lah. Aku mencabut jauh-jauh sumpahku. It's okay. Awal yang baik pikirku.

Dibawah terangnya rembulan dan dinginnya angin malam, kami masih asyik berbincang-bincang. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. Tetapi aku masih ingin bersamanya. Entah mengapa kali ini aku tidak ingin membunuh waktu sama sekali.

Tiba-tiba muncul notifikasi dari Instagramku, nampaknya ada stalker yang sedang kepo. Memberi like dan komen semua fotoku bersama Agha.
"Perasaan kenal deh cowonya, itu Agha ya?". Tetiba mood ku berubah, ribuan pertanyaan menghujam otakku. Tetapi aku tunda dulu. Aku harus menikmati detik-detik pertemuanku dengan Manji malam ini.

Tidak bisa ditoleransi lagi, aku benci ini. Aku benar-benar harus pulang. Malam sudah semakin larut. Aku bisa dimarahi jika pulang terlalu malam. Kemudian kami memutuskan untuk pulang. Dia mengantarkan aku pulang sampai ke gang rumah. Sisa pertemuan tadi masih terasa. Aku bahagia dan aku merindukannya. "Terimakasih Tuhan, malam ini sungguh indah." Ujarku sambil tersenyum kepada bulan.

Setibanya di rumah. Aku kembali penasaran dengan sosok perempuan yang stalking instagramku tadi. Ternyata oh ternyata setelah aku selidiki, dia memang mantan kekasih Agha. Untuk apa dia sampai segitunya kepo dan komen di foto kami kalau tidak ada apa-apa. Pikiranku terpecah belah.

Apa mungkin Agha dekat lagi dengan mantan kekasihnya itu? Pantas saja beberapa waktu belakangan ini dia berubah. Lama membalas chat, sudah tidak memanggilku dengan kata "sayang" lagi. Oh iya aku hampir lupa, aku dan Agha memang bisa dibilang teman rasa pacar. Kami tidak pacaran namun selalu terselip kata "sayang" di setiap pembicaraan kami. Pantas saja dia berubah. Ternyata ada mainan baru.

Aku langsung mengirim pesan bbm dan menanyakannya. Dengan entengnya dia hanya menjawab. "Fans. Hahaha". Hatiku mendengus kesal. Tidak bisa serius yah. Dasar. Sialan. Menyebalkan. Lalu ku bilang, "Tidak mungkin sampai segitunya jika tidak ada apa-apa. Nampaknya dia masih mengharapkanmu. Maaf jika kehadiranku mengganggu hubungan kalian. Aku dan kamu tidak ada apa-apa kan. Santai aja. Sana balikan saja dengan dia" Intinya seperti itu.

Jawaban darinya sangat amat menyebalkan. Lagi-lagi dia menjawab dengan enteng, "Dia hanya masa lalu. Tenang saja. Iya kan aku dan kamu memang tidak ada apa-apa. Biasalah artis banyak fansnya." Menyebalkan. Bukan itu jawaban yang aku inginkan. Sama sekali tidak menenangkanku.

Kemudian aku lihat foto-foto di instagram wanita itu. 10 minggu yang lalu dia upload foto screenshoot chat mereka ketika anniversary 84 bulan. Ku ingat-ingat ternyata pada minggu-minggu itu aku sudah dekat dengan Agha selama dua minggu. Fix aku dibohongi. Dia bilang sudah menjomblo 3 bulan. Ternyata aku benar-benar dibohongi.
 
Sungguh aku tidak menyangka tega-teganya dia membohongiku. Jahat. Aku tidak suka. Aku benci dia. Jadi ini balasan untukku? Teganya bermain dibelakangku. Hati ini rasanya seperti ditonjok ribuan tangan. Damn! Aku benci dia. Malam ini aku benar-benar memutuskan untuk mundur. Sudah tidak bisa lagi aku toleransi. Aku benar-benar harus pergi.

Air mata sudah nyaris rontok. Tapi ku pikir untuk apa menangisi pria seperti itu. Tidak ada gunanya. Masih tidak menyangka dengan ini semua, aku hanya bisa melamun sambil mendengarkan lagu Noah-Dibelakangku. Kemudian beberapa saat kemudian Manji meneleponku. Dengan backsound lagu Noah itu aku berbincang-bincang

Aku yang tadinya kesal bukan main, seketika berubah menjadi bahagia. Manji berhasil membuatku lupa dengan kesakithatianku terhadap Agha. Dia benar-benar mengalihkan perhatianku. Kini aku sama sekali tidak merasa sakit hati. Terimakasih ya Allah, ketika aku sakit dengan segera Engkau berikan obatnya kepadaku. Alhamdulillah, Allah memang maha baik. Ia selalu memberikan apa yang umatnya butuhkan.

To be continued....

Selasa, 23 Juni 2015

Teman Rasa Pacar

Aku punya teman. Bukan sekedar teman. Bisa dibilang teman. Bisa juga tidak. Kami terlihat seperti orang pacaran. Sekali lagi aku tegaskan. Hanya "terlihat". Faktanya kami cuma teman. Mungkin lebih sedikit. Hehe

Awalnya aku cukup nyaman dengan ini. Kondisi dimana aku tetap bisa bahagia walaupun tidak dengan pacar. Sesuai dengan prinsipku, bahagia itu tidak harus selalu dengan pacar.

Semakin hari, kami semakin dekat. Setiap hari bertemu. Setiap hari selalu bersama. Sampai suatu ketika, entah mengapa dalam percakapan kami selalu terselip kata "sayang". Dan kami pun menikmatinya.

Kami cukup saling mengenal. Dari segi karakter, kami memiliki banyak kesamaan. Entah mengapa, ketika kami tidak melakukan apapun aku tetap merasa nyaman. Itu yang membuat aku senang berlama-lama berada di dekatnya. Rasanya ingin aku hentikan waktu ketika sedang bersamanya.

Tetapi lama kelamaan, aku mulai bosan. Aku ingin lebih. Aku ingin berkomitmen dengannya. Dalam hal ini aku merasa "status" itu penting. Bukan hanya panggilan sayang dan perlakuan seperti pacar yang aku inginkan. Tapi aku juga ingin status.

Kami memang baru kenal kurang dari dua bulan. Tetapi bukankah cinta itu egois? Tidak memandang berapa lama saling mengenal, berapa sering bertemu, berapa lama menunggu waktu yang tepat untuk menyatukan dua hati yang saling mencinta.

Terperangkap dalam situasi ini bukan lah hal yang menyenangkan. Dilema rasanya. Satu sisi aku senang, ada seseorang spesial di hatiku yang memperlakukan aku layaknya seorang princess. Satu sisi aku sedih, bingung untuk bertindak. Rasanya aku tidak mempunyai hak apapun terhadap dirinya karena dia bukan milikku.

Jujur aku lelah. Harus memendam ini sendirian. Ku pikir dia mengerti dan merasakan hal yang sama. Terbukti dari ucapan dan perlakuannya kepadaku. Tetapi mengapa sampai sekarang tetap begini. Tidak ada perubahan. Mau bagaimanapun, kami tetap teman.

Sejauh ini berapa besar yang aku dapatkan? Hanya gini-gini saja. Flat. Ibarat "haha" tanpa tertawa, ini adalah "sayang" tanpa status. Analogi yang menyakitkan.

Harus berapa lama terus begini? Dia tidak bisa meyakinkan hatiku. Rasanya terlalu lama dia terdiam dan meredam cinta. Mau sampai kapan?

Tolong bawa aku dari zona ini. Ataukah aku pergi saja? Tapi jika aku pergi, apakah dia akan kembali padaku? Entahlah.

Percayalah, ini menyakitkan. Tidak perlu ada istilah teman rasa pacar atau pacar rasa teman. Dua-duanya tidak enak. Teman ya teman, pacar ya pacar. Kejelasan itu penting. Jangan terlena di zona "Teman Rasa Pacar", karena sesungguhnya dibalik itu semua pasti ada hati yang tersakiti.

Sabtu, 20 Juni 2015

Lelaki Ambigu

Kamu seperti kata ambigu. Menjebak otakku ke dalam siklus menerka-nerka tiada batas. Memaksa alam bawah sadarku untuk menemukan arti dirimu yang sebenarnya.

Menuliskanmu ke dalam kata-kata, seperti tersesat pada ribuan kata ambigu dalam ensiklopedia. Perlu menjelajahi ruang dan waktu demi menemukan arti yang tepat untuk dirimu.

Sekali lagi, kamu ambigu. Seperti tulisan stenografi, yang begitu rumit dan tidak dapat dicerna oleh kadar intelektual manusia biasa. Bahkan seorang stenografer yang handal sekalipun tidak dapat memahami apa arti dirimu sebenarnya.

Kamu memang benar-benar ambigu. Bahkan logika saja tak cukup pandai untuk mengartikan dirimu. Ku pikir mungkin kinerja emosionalku bisa membantu mengartikannya. 
Sayang sekali, ternyata tidak.

Banyak rasa yang kau tawarkan. Banyak sikap yang kau suguhkan. Kamu adalah ambiguitas cinta yang indah. Meski terlalu banyak arti yang harus aku mengerti dan membuat hatiku porak poranda kebingungan, aku tetap menikmatinya. Tak peduli seberapa akurat hasil aku menerka-nerka, yang penting aku bahagia.

Hey lelaki ambigu...

Senin, 01 Juni 2015

Rahasia

Jangan pernah menyimpan rahasia dibelakangku.
Jangan pernah membohongiku.
Jangan pernah berpura-pura dihadapanku.
Jangan pernah menyembunyikan sesuatu kepadaku.
Jangan pernah sekali-kali.
Tolong jangan.

Aku tidak suka rahasia.
Aku tidak suka dibohongi.
Aku tidak suka kepura-puraan.
Aku tidak suka sembunyi-sembunyi.
Aku tidak suka.
Aku benci itu.

Aku bukan Tuhan yang maha tahu.
Aku bukan paranormal yang bisa meramal.
Aku bukan orang yang suka menerka-nerka.
Aku bukan orang yang suka menebak.
Aku bukan seperti itu.
Itu bukan aku.

Katakanlah jika kau mencintaiku.
Katakanlah jika kau membenciku.
Katakanlah jika aku salah.
Katakanlah jika aku khilaf.
Katakanlah.
Tolong katakanlah.

Tak perlu bersandiwara untuk mendapatkan perhatianku.
Tak perlu meninggikanku untuk menjatuhkanku.
Tak perlu pura-pura baik untuk mendapat belas kasihanku.
Tak perlu pura-pura manis untuk menusukku dari belakang.
Tak perlu kau lakukan.
Sungguh tak perlu.

Rahasia apalagi yang kau sembunyikan?
Teka-teki apalagi yang kau berikan?
Permainan apalagi yang kau lakukan?
Modus apalagi yang kau jalankan?
Apalagi?
Apalagi?

Tolong jangan sembunyi dibalik rahasia.
Tolong jangan berkelit dibalik rahasia.
Tolong jangan permainkan aku dengan rahasia.
Tolong jangan selalu ada rahasia.

Kamu hanya perlu mengatakannya padaku.
Baik atau buruk nya akan aku terima.
Jujur itu indah walaupun terkadang menyakitkan.
Jangan pernah merahasiakan sesuatu untuk menjaga perasaanku.
Malah akan semakin menyakitiku jika kamu terus-terusan merahasiakannya.

Jadi ku mohon katakan sajalah, tak perlu ada rahasia.

Jumat, 29 Mei 2015

Cinta Lama Belum Kelar

Hari ini mungkin adalah hari yang paling ditunggu-tunggu. Bagaimana tidak, sudah sekian lama kami merencanakan pertemuan kami untuk membahas masa lalu yang mungkin rasanya sekarang sudah basi bahkan kadaluarsa.

Rasanya campur aduk. Jantungku seperti mau copot. Ribuan hipotesis melayang-layang dipikiranku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksiku jika bertemu dengannya. Apa aku akan semakin membencinya karena teringat kembali tragedi pertumpahan air mata tempo lalu? Atau bahkan nanti aku akan luluh lalu jatuh cinta kembali kepadanya? Entahlah. Aku tidak tahu.

Yang jelas aku benar-benar bingung. Apakah keputusanku untuk bertemu dengannya adalah benar. Atau mungkin malah mendapat masalah baru? Ya Allah, semoga saja ini keputusan yang tepat. Aku niatkan untuk silaturahmi. Semoga tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Hari ini rencananya kami janjian pukul 16.00 setelah Ia beres ujian. Aku putuskan untuk bertemu dengannya di kampus saja. Karena aku malas pulang ke rumah. Kemudian aku duduk manis di fakultas dan menunggunya datang. Tiga puluh menit kemudian dia datang. Tanpa pikir panjang aku langsung menemuinya di parkiran.

Setelah melihatnya dari jauh, aku berjalan perlahan untuk menemuinya. Aku berusaha untuk tidak terlihat canggung. Tapi aku gagal. Aku masih saja kaku. Dan sikapku itu tebaca olehnya yang terlihat santai. Ah mungkin saja dia juga sebenarnya grogi, tapi dia bisa menutupinya. Bisa jadi.

Kemudian kami memutuskan untuk ke tempat makan daerah dago pakar. Tempat favoritku. Entah apa yang akan dibicarakan tetapi aku memilih tempat yang tepat untuk menenangkan pikiran.

Di dalam perjalanan, kami berbincang-bincang. Hello... long time no see. Kemana saja kamu setelah 5 tahun ini menghilang? Begitulah kira-kira inti dari percakapan kami. Lama kelamaan, suasana mulai bersahabat. Aku berhasil untuk bersikap biasa saja.

Setibanya disana pukul 17.00, langit memunculkan semburat biru tua. Tidak ada senja disana. Tetapi suasana cukup indah untuk dinikmati. Kami mulai membahas masa lalu, walaupun rasanya sudah basi untuk dibahas tapi sedikitnya mengobati rasa penasaran kami.

Lalu kami memesan makanan. Beberapa saat kemudian, adzan magrib berkumandang. Dia mengajakku untuk melaksanakan sholat magrib. Subhanallah, ternyata dia rajin ibadah.  Lantas kami bergantian untuk sholat.

Waktu menunjukkan pukul 18.30. Langit biru tua kini berubah menjadi hitam pekat dihiasi oleh kerlipnya bintang yang menggantung disana. Tak lupa juga dilengkapi oleh lampu-lampu kehidupan Kota Bandung yang berkilauan. Kami bisa melihat keindahan Kota Bandung pada malam hari disini.

Tak lama kemudian kami pun menyantap makanan yang sudah sedari tadi disajikan. Sambil makan, ia bercerita seputar kehidupannya selama 5 tahun terakhir sejak kejadian itu. Ternyata, ia tidak mempunyai pacar lagi setelah itu. Entah ekspresi apa yang harus aku perlihatkan. Tetapi aku mengambil kesimpulan sendiri, bahwa mungkin ini karma.

Tadinya ku pikir, aku tidak akan pernah bisa memaafkannya. Karena ia adalah orang terjahat yang pernah aku kenal. Aku menyesal pernah menangisinya. Air mataku terlalu berharga untuk itu. Dan tidak akan pernah bisa digantikan oleh apapun. Tapi entah mengapa aku sudah tidak memperdulikannya. Memaksa otakku untuk mengingat-ngingat juga tidak berpengaruh apapun. Sepertinya aku sudah mengubur dalam-dalam kenangan buruk itu. Setiap orang pernah punya kesalahan. Mungkin salahku juga dulu terkesan memaksa.

Bertahun-tahun tidak bertemu, ternyata ada yang berubah darinya. Sekarang ia terlihat lebih kurus dan manis. Penampilannya yang rapi dan tidak merokok menambah nilai plus dimataku. Sekarang ia telah berubah seperti lelaki idamanku. Oh tidak, bisa-bisa aku jatuh cinta lagi. Semoga saja tidak.

Melihat suasana yang indah, aku tidak mau melewatkan momen berharga ini. Lantas aku mengabadikannya dengan berfoto bersamanya. Untuk kenang-kenangan barangkali atau untuk stok display picture bbm ataupun koleksi foto di instagramku.

Setelah puas berfoto, kami memutuskan untuk pulang. Sekarang sudah malam. Aku harus pulang dan kami pun harus berpisah. Rasanya ingin aku memohon-mohon pada waktu agar mengizinkan kami bertemu lebih lama lagi. Tetapi sepertinya waktu berkata lain. Sekarang kami harus berpisah. Mungkin suatu saat waktu akan mempertemukan kami lagi. Tenang saja, waktu tidak pernah berkhianat. Kami hanya perlu bersabar menunggu saat yang tepat. Sampai bertemu lagi.

Thanks for today, I'm happy. 😊

To be continued......

Sabtu, 11 April 2015

Andhika

Kita bertemu secara tidak sengaja
Saat rembulan sudah lama bertengger di langit menggantikan matahari
Saat itu aku melihatmu, pun dengan kamu.
Pandangan kita saling bertubrukan
Tetapi kita tak saling begeming
Tak menyimpulkan segaris senyum dibibir kita
Kita hanya terdiam tetapi hati kita saling berbicara

Saat itu juga aku tahu namamu, Andhika.
Nama yang indah. Seindah pemiliknya.
Ya. Aku akui kamu memang indah.
Kamu sangat mempesona dibalik rasa letihmu

Kita masih berada di tempat itu
Tetapi aku tidak berani menatapmu
Sama sekali tak berani
Aku masih bisa mendengar deru suaramu yang menentramkan jiwaku
Membuatku tersenyum didalam hati

Dhika. Apa kau tahu?
Aku telah jatuh cinta padamu kurang dari sepersekian detik saat aku melihatmu.
Apa kau merasakan hal yang sama?
Ku harap begitu.

Tak lama kemudian kita berpisah
Pertemuan kita hanya sebentar saja
Aku tak menyangka berpisah denganmu akan memikul rindu yang tak tertahankan
Aku masih ingin bertemu denganmu
Apakah kita masih bisa bertemu?

Tentu saja.
Sang Maha Cinta begitu baik
Kita dipertemukan kembali di sosial media
Sampai akhirnya kita bertukar nomor telepon
Dan saling berbincang hingga pagi bertemu malam
Begitu terus setiap hari

Kemudian kita bertemu lagi
Pertemuan kali ini begitu istimewa
Karena hari ini aku genap berusia 19 tahun
Dan aku sedang bersamamu
Ini adalah kado terindah untukku

Kebersamaan kita tak cukup sampai disini
Kita jadi sering bertemu
Tak jarang kita menghabiskan waktu berdua
Aku sangat bahagia bersamamu
Aku ingin terus bersamamu

Kini kita pun menjadi dekat
Semakin hari semakin dekat
Semakin hari semakin mesra
Semakin hari semakin romantis
Seperti kedua insan yang sedang dimabuk cinta

Aku tahu diluar sana ada yang tidak menyukai kedekatan kita
Aku sama sekali tidak peduli
Aku malah sengaja menjadi api yang membakar hati mereka lewat kemesraan kita
Semakin mereka panas
Semakin aku senang

Dhika, Apa kau tahu mengapa aku melakukan itu pada mereka?
Aku takut kehilanganmu
Ketakutanku semakin lama semakin besar
Aku berusaha untuk terus bisa bersamamu
Bagaimanapun caranya aku lakukan agar bisa bersamamu
Mungkin kamu sedikit risih
Tetapi semua ku lakukan karena aku tak ingin kehilanganmu

Waktu semakin berlalu
Seharusnya aku dan kamu sudah menjadi kita
Seperti yang selalu aku harapkan
Tapi kamu belum juga menyatakannya
Mungkin memang belum waktunya
Dan aku harus bersabar

Tetapi mengapa ku rasa kamu malah menjauh?
Saat aku mencuri-curi kesempatan untuk bertemu denganmu, saat itu pula kamu menjauh
SMS ku tak pernah di balas
Telpon ku pun tak pernah di angkat

Kamu berubah!
Tak seperti dulu,
Kini kamu memberikan jarak diantara kita
Seperti membentengi diri setinggi-tingginya agar aku tidak bisa lagi menyentuhmu

Dhika, mengapa kamu berubah?
Kau tahu ini teramat menyakitkan bagiku.
Kini aku tak bisa lagi melihat wajah rupawanmu yang mempesona,
Mendengar tawa candamu yang menggelitik hati,
Mencium aroma parfum mu yang memanjakan hidungku
Merasakan nyamannya dekapan tubuhmu 
Semua itu tidak akan pernah bisa aku rasakan lagi.
Semua telah berbeda
Semua telah hilang

Tetapi cinta di hati ini tidak akan pernah bisa hilang.
Aku masih tetap saja mencintaimu.
Walaupun mungkin kamu tidak mencintaiku
Dan aku masih saja mengharapkanmu
Walaupun mungkin kamu tidak mengharapkanku

Jumat, 10 April 2015

Tak Ingin Seperti Bunga Mawar

Setangkai bunga mawar. Dulu kamu pernah memberikannya kepadaku. Tepatnya dua kali. Pertama, kamu memberikannya kepadaku dengan terburu-buru. Tapi kau anggap sebagai tanda pertemanan, awal mula kau mendekatiku. Kedua, pada saat hari dimana kamu hendak menyatakan cinta kepadaku yang ternyata gagal  berantakan gara-gara ulah polosku.

Apakah kamu ingat? Aku sempat mengatakannya kepadamu pada saat kau memberikannya padaku pertama kali. Sudah ku bilang, aku tidak menyukai bunga mawar. Jangan lagi beri aku bunga mawar. Tetapi tetap saja kau memberiku bunga mawar lagi untuk kedua kalinya walaupun hasil nya tak sesuai dengan yang kau harapkan. Mungkin kau pikir aku langsung membuangnya ke tong sampah.

Kamu pasti bertanya-tanya mengapa aku tidak suka bunga mawar?

Jawabannya sederhana. Bunga mawar seperti yang kau beri itu cantik, indah, harum, selalu dipuja, disanjung dan membawa kebahagiaan. Seiring dengan berjalannya waktu, lihatlah bunga darimu itu berubah jadi jelek, rapuh, kering, dibuang, dilupakan  dan menyisakan kesedihan. Aku tidak ingin mempunyai nasib yang sama dengan bunga mawar itu.  Makannya dari dulu hingga sekarang aku tidak pernah menyukainya.

Tetapi harus kau tahu, sampai saat ini aku masih menyimpan bunga mawar darimu. Itu bukti bahwa aku menghargai pemberian darimu. Kau salah besar jika mengira aku sudah membuangnya. Aku tidak sejahat itu.

Kau juga harus tahu, aku tidak akan pernah melupakan semua kebaikanmu juga kenangan buruk denganmu. Semua akan tertanam dihati dan pikiranku untuk selamanya. Biarkan aku menyimpan bunga mawar darimu yang sudah mati ini. Akan ku simpan sampai ia hilang. Seperti cintaku padamu yang sudah mati, lama-lama akan hilang.

Sabtu, 14 Maret 2015

Tentang Aku, Kamu dan Dia (Sahabatmu)

Ini kisahku, kamu dan dia.
Kita bertiga bertemu di tempat dan waktu yang berbeda.
Awalnya aku melihat dia.
Kemudian aku cukup sering melihat dia.
Tetapi aku tidak pernah tahu siapa nama dia.
Aku dan dia tidak pernah saling mengenal.
Hingga aku tidak pernah melihat dia lagi.

Suatu saat aku bertemu denganmu.
Kita dipertemukan di sudut sekolah.
Berbeda dengan dia,
Aku dan kamu akhirnya saling mengenal.
Sampai suatu ketika,
Aku tidak pernah tahu ternyata kamu mencintaiku.
Kamu mengumpulkan keberanian untuk mendekatiku.
Kemudian aku dan kamu menjadi dekat.
Tetapi aku dan kamu belum menjadi kita.

Sebelum kamu mendekatiku.
Aku melihat dia lagi.
Aku bertemu dengannya di sekolah.
Rupanya dunia begitu sempit,
Kamu dan dia adalah sahabat sejati.
Seperti bintang dan malam hari,
Tidak pernah bisa dipisahkan.

Saat aku sedang bersamamu, aku bertemu dia lagi.
Saat itu juga aku tahu dia adalah Pijar.
Aku, kamu dan dia kemudian sering bersama.
Kamu selalu dengan dia,
Sedangkan aku hanya dengan diriku yang sibuk mencintai dia dalam diam.

Semakin lama aku, kamu dan dia semakin dekat.
Kami sering menghabiskan waktu bersama dan bercerita banyak hal.
Aku baru tahu,
Ternyata aku dan dia memiliki nasib yang sama: sama-sama selalu menjadi orang ketiga.

Pantas saja aku mencintai dia.
Aku dan dia memiliki kesamaan.
Semua yang aku inginkan ada di dia.
Aku nyaris saja ingin merubah kamu seperti dia.
Tetapi tentu saja itu tidak bisa karena kamu bukan dia.

Makin lama kamu makin mencintaiku.
Makin lama pula aku harus berusaha menyingkirkan perasaan terlarang ini untuk dia.
Karena aku tidak mungkin mencintai dia.
Aku tidak ingin membuat persahabatan kamu dan dia menjadi hancur.
Tetapi aku juga tidak mau membohongi perasaanku sendiri.
Bahwa ternyata aku mencintai dia, bukan kamu.

Mungkin dia tidak pernah tahu bahwa sebenarnya aku mencintai dia.
Karena sebenarnya jika dia tahu pun itu tidak akan berarti apa-apa.
Walaupun ternyata dia juga mencintaiku,
Tetapi aku dan dia tidak mungkin bisa bersama.
Karena akan mengkhianati persahabatan kalian.

Kemudian ku putuskan sesuatu,
Aku akan melupakan dia dan mulai mencintaimu.
Tetapi saat aku mencintaimu saat itu juga kamu malah meninggalkan ku.
Berbeda dengan dia yang berusaha menenangkanku, kamu malah tega membiarkanku menangis.

Akhirnya aku dan kamu menjauh.
Aku tidak ingin semakin terluka jika terus bersamamu.
Tapi aku juga tidak ingin jauh dari dia.
Mau bagaimana lagi
Memang sudah takdirnya aku tidak diizinkan untuk mencintai kamu ataupun dia
Makannya Tuhan memisahkan kita
Mungkin itu jalan terbaik untuk aku kamu dan dia.

Aku yakin satu saat pasti aku akan bahagia, bukan dengan kamu. Tetapi dengan dia. Entah dia Pijar ataupun dia-dia yang lain.

Selasa, 03 Maret 2015

Dia Bukan Kamu

Hari ini aku cukup lelah. Tadinya aku akan melampiaskannya pada rentetan buku-buku tak berdosa. Aku ingin membacanya sampai habis tak tersisa agar otakku dipenuhi dengan ilmu yang bermanfaat. Bukan malah memikirkan hal-hal yang tidak penting (dibaca: kamu).

Jujur aku masih belum bisa terima atas keputusanmu tempo lalu. Semudah itu berpaling dan berkata maaf. Mengatasnamakan logika tapi melupakan emosi. Ah sudahlah, Aku semakin benci dengan logika! Bukannya aku terlalu larut ke dalam perasaan. Tetapi unsur emosi disini sangat berperan penting dibandingkan hanya dengan logika semata.

Sore yang lelah ini, aku seperti mendapatkan sentilan semangat dari ponselku. Dia yang dulu pernah singgah dihati mengajakku untuk bertemu. Entah ada angin apa. Tapi aku merasa senang. Ku batalkan rencana untuk membaca buku lalu aku bergegas menemuinya.

Padepokan Jati Rasa. Tempat ini masih saja sama seperti dulu terakhir kali dia mengajakku kesini. Sebuah rumah kecil yang dilengkapi dengan ornamen dan alat musik sunda yang khas. Dia mengajakku untuk menyaksikannya memainkan alat musik itu. Telingaku dimanjakan oleh alunan lagu sunda yang indah. Dia memang hebat dalam hal ini. Salut! Jaman sekarang masih ada pemuda yang dengan bangga nya melestarikan budaya sunda.

Cukup! Jangan sampai aku terhinotis lagi. Tapi kali ini aku hanya ingin mengobati hatiku yang terluka karenamu. Mengingatmu membuatku sakit tapi ada kalanya bertemu itu menyembuhkan luka. Tentu saja bukan bertemu denganmu. Tapi dengan dia. Ahmadireja Ginan.

Namun aku juga pernah terluka karena dia. Kamu dan dia sama-sama jahat. Tetapi setidaknya dia masih punya perasaan. Dia berhasil memainkan emosi, mengubah emosi negatif menjadi emosi positif.

Ditemani alunan instrumen lagu sunda, aku dan dia saling melepas rindu satu sama lain. Aku tahu dia merindukanku. Begitupun dengan aku yang sedari tadi memperhatikan dia. Aku suka cara dia menatapku dengan segaris senyuman yang menenangkan jiwa.

Suasana berubah menjadi sedikit canggung ketika aku dan dia mulai melibatkan orang lain masuk ke dalam obrolan. Aku tahu dia tidak suka itu. Begitupun dengan aku. Tetapi rasa penasaranku mengalahkan segalanya. Aku masih penasaran dengan teman KKN nya yang katanya sampai sekarang masih setia mencintainya. Tak lupa dia juga menanyakan soal kamu. Rupanya hatinya teramat cemburu ketika melihat foto kita berdua.

Apa ? Cemburu ?Mengapa dia cemburu ? Apa mungkin dia mencintaiku ? Disitu aku terdiam tak banyak bicara. Aku tidak menyangka dia ternyata benar cemburu tapi dia menyembunyikannya dariku. Aku kira dia sudah tidak peduli denganku karena kita sudah lama tidak kontekan. Aku menyesal pernah mengumbar foto bersamamu. Seharusnya dengan dia. Karena memang sebenarnya yang aku inginkan adalah dia. Bukan kamu.

Aku tahu dia sudah mengetahui semuanya. Dia hanya memastikan bahwa apa yang diketahuinya itu benar dari sumbernya langsung. Aku terpancing untuk menceritakan tentang kamu kepadanya. Belum selesai aku bercerita dia tiba-tiba terlihat beda. Dia bilang jangan diteruskan. Aku tahu dia cemburu. Aku senang dia cemburu. Itu berarti dia mencintaiku ?

Kemudian dia menyentuh tanganku. Tangannya terasa hangat. Nyaman sekali rasanya. Aku tidak mau melepaskannya.  Aku bisa merasakan desiran darah dan detak jantungnya disini. Seperti menyatu dengan darahku, jantungku ikut berdegup. Apakah dia merasakan hal yang sama ?

Ginan. Aku sayang Ginan. Walau dulu aku sempat membencinya dan mencoba berpaling tetapi aku dan dia memiliki banyak kesamaan. Itu yang membuatku nyaman bersamanya. Karena sifatnya sifatku juga. Aku dan dia hampir sama. Aku menemukan diriku di dalam dirinya.

Ginan Ahmadireja. Di dalam namanya ada namaku. Di dalam hatinya apa ada aku ? :)

Rabu, 04 Februari 2015

Logika yang Tidak Berperasaan

"Hujan yang datang dengan tiba-tiba dan deras akan lebih cepat reda dibandingkan dengan hujan yang datang secara perlahan. Begitu pula dengan cinta."

Aku tidak tahu itu teori darimana. Tetapi itu memang benar. Seharusnya dari dulu aku percaya itu. Ku pikir itu hanya sebuah hipotesis yang belum jelas terbukti kebenarannya.

Dulu aku pernah mengatakannya kepadamu saat kau mulai mengendap-ngendap masuk ke dalam kehidupanku. Kau bilang teori itu tidak benar dan kamu bisa membuktikannya. Lalu saking tingginya intelegensimu, kamu berani menatang teori. Merangkai kerangka berpikir dengan logika tapi melupakan emosi. Sayang sekali, hipotesis mu tidak terbukti.

Masih teringat jelas dalam benakku ketika dulu kamu begitu terobsesi untuk memilikiku. Kamu berusaha melalukan apapun demi kebahagiaanku. Kamu rela melakukan apapun untukku. Disitu kamu terlihat begitu memperjuangkanku. Kamu memang baik, pintar dan sangat cerdas. Aku akui itu. Tapi sayang, kamu melupakan satu hal: emosi.

Aku sama sekali tidak akan pernah melupakan sedikitpun kebaikanmu. Aku banyak berhutang budi kepadamu. Kamu memang baik. Entah memang sifat alami dalam dirimu ataukah sebenarnya ada maksud lain dibalik kebaikanmu (dibaca: pura-pura baik)

Kamu memang pintar. Logikamu memang selalu benar tapi tidak pernah tepat. Jalan pikiranmu sangat rasional tetapi tidak melibatkan unsur perasaan didalamnya. Kamu pintar menyembunyikan segala sesuatu yang kau tak suka dariku. Entah kamu yang terlalu pintar ataukah aku yang terlalu bodoh dan tidak peka.

Kamu juga memang cerdas. Intelegensimu diatas rata-rata. Kamu memiliki kemampuan untuk membuatku jatuh hati. Kamu selalu memiliki cara tersendiri untuk membuat aku mencintaimu. Kamu bisa membuatku menjadi seperti ini. Kamu memang hebat!

Tapi sayang. Logika mu terlalu tinggi. Sehingga kamu menyepelekan unsur perasaan. Kamu terlalu banyak melihat yang kebenaran yang sebenarnya semu. Tanpa mendengarkan suara hati yang sudah pasti nyata.

Kecerdasan intelektualmu memang tinggi. Tetapi kecerdasan emosionalmu nol besar. Kamu selalu berlindung dibalik logika dan selalu menyalahkan perasaan. Rasa empati mu sangat rendah bahkan mungkin kamu tidak memiliki itu. Kamu tidak bisa memposisikan dirimu menjadi aku sehingga kamu tidak pernah benar-benar tahu bagaimana rasanya jadi aku.

Kamu bilang, kamu mengerti posisi aku. Tetapi lagi-lagi kamu selalu melindungi diri dibalik logika, logika dan logika. Segala sesuatunya harus dilihat dari sudut pandang logika ? Kamu salah besar! Sudahlah. Aku sudah muak dengan logikamu yang tidak berperasaan.

Dulu kamu tiba-tiba datang dan mengajakku berlari menuju kebahagiaan ketika aku sedang sakit kaki. Seperti malaikat tak bersayap, dengan sabar kau coba mengobati lukaku hingga nyaris kering dan hampir siap untuk berlari. Ketika aku telah selesai mengumpulkan segenap kekuatan untuk berlari bersamamu, ketika itu pula kamu malah berpaling. Berlari bersama orang lain didepanku. Meninggalkan luka baru yang begitu pedih dan menyakitkan.

Luka itu belum sepenuhnya kering. Kini kau malah menambah luka baru disaat yang tidak tepat. Kamu tahu posisi aku sekarang ? Aku sangat butuh suntikan motivasi ekstern untuk melanjutkan tugas akhirku sebagai mahasiswa tingkat akhir. Bukankah kamu juga mahasiswa tingkat akhir? Kamu tahu kan bagaimana sulitnya menaklukan skripsi dan dosen pembimbing ? Susah payah aku menghilangkan berbagai emosi negatif dan membuangnya jauh-jauh dari pikiranku. Kamu malah menambah beban pikiranku dengan hal yang tidak penting seperti ini.

Sakit rasanya. Pantas saja beberapa hari ini ada sesuatu yang mengusik batinku. Begitu terasa ngilu tak tertahankan. Aku tidak tahu pasti mengapa aku merasakan itu. Tetapi suara hatiku seperti mengisyaratkan sesuatu. Memberi petunjuk lewat intuisi.

Ternyata banyak sekali yang kamu sembunyikan dari aku. Padahal dari awal sudah ku tekankah bahwa kejujuran adalah segalanya. Aku paling tidak suka dibohongi!

Aku masih tidak percaya kamu tega melalukan hal ini kepadaku. Aku tidak menyangka Mr. Right ternyata bisa dengan cepat berubah menjadi Mr. Totally Wrong!

Aku tidak menyalahkan kamu ataupun wanita itu. Disini aku juga salah. Tetapi yang aku sayangkan adalah caramu pergi. Andai saja kamu berterus terang. Bukan dengan cara seperti ini, aku mengetahuinya dari orang lain. Bukan dari kamu langsung. Itu teramat menyakitkan.

Air mataku tidak henti-hentinya mengalir. Jika aku putri duyung, mungkin aku sudah menjadi kaya raya karena menghasilkan jutaan ton mutiara. Tetapi aku hanya wanita biasa yang hatinya terluka. Tak kuasa menahan sakit yang teramat sangat hingga tidak bisa berkata apa-apa lagi selain meluapkannya lewat tangisan.

Apakah kamu berpikir. Di dalam tangisku aku menyelipkan banyak doa untukmu. Aku mendengus dalam hati. Mengeluarkan sumpah serapah yang tertuju kepadamu. Aku benar-benar membencimu. Aku memaafkanmu dan mengikhlaskanmu dengan wanita lain. Tetapi sampai kapanpun aku tidak akan melupakan ini.

Mungkin saat ini belum terasa efeknya karena kamu masih dibutakan oleh cinta kepada wanita itu. Tapi aku yakin suatu saat akan tiba saatnya semuanya berbalik. Suatu saat kamu akan merasakan sakitnya jadi aku. Suatu saat kamu pasti akan menyesal dan akan membali kepadaku. Tetapi jika saat itu tiba, mohon maaf pintu hatiku sudah tertutup rapat-rapat untukmu.

Aku ingin kamu memiliki rasa empati. Mengetahui bagaimana rasa sakitnya menjadi aku dengan cara merasakannya langsung. Aku ingin memberimu pelajaran. Jika kamu gagal mendapatkan hati wanita lalu kamu dengan entengnya mencari yang baru. Itu bukan berjuang namanya. Tapi kamu hanya terobsesi semata.

Kita lihat nanti suatu saat sumpahku pasti jadi kenyataan. Kini aku hanya tinggal jadi penonton. Menunggu tanggal main dari semua peristiwa yang Allah sutradarai.

Nikmati saja hasil keegoisan logikamu. Suatu saat perasaanku akan menang. Karena sesungguhnya kecerdasan intelektual (logika) hanya berpengaruh 20% dari kesuksesan (kebahagiaan). Itu artinya perasaanku menang 80%  daripada logikamu. Dengan kata lain, aku akan hidup jauh lebih bahagia dibanding kamu dan tentunya aku lebih bahagia tanpamu.

Lihat saja nanti suatu saat aku akan bahagia dan menertawakan logikamu yang tidak berperasaan itu.

Selasa, 06 Januari 2015

Bertahan atau Tinggalkan ?

Dulu aku tak terlalu menginginkanmu. Awalnya aku hanya iseng mencoba memilihmu. Tak ku sangka kita berjodoh. Padahal diluar sana ada temanku yang sangat mengharapkanmu. Aku sempat merasa tidak enak pada temanku karena ternyata pada kenyataannya engkau ditakdirkan untukku bukan untuknya. Entah aku harus merasa sedih atau senang yang jelas aku hanya bisa bersyukur.

Kemudian aku masuk ke dalam kehidupanmu. Aku ingin melengkapi kekuranganmu dan berusaha menyempurnakannya. Dari pagi hingga petang aku selalu bersama denganmu. Saat itu kita tidak bisa terpisahkan. Suka duka telah kita lewati. Tetapi perjuanganku untuk mendapatkan fakta tentang dirimu memang cukup sulit. Karena dirimu terlalu pemalu. Tak sembarangan orang bisa mendapatkan informasi tentangmu. Tetapi aku tetap berusaha.

Walaupun dulu perjuanganku sempat sirna karena Bapak menyuruhku untuk segera mengenalkanmu kepadanya. Saat itu aku kurang memiliki fakta akurat tentang dirimu. Sehingga aku hanya bisa mengawang-ngawang tentang dirimu.

Sebenarnya aku sudah cukup lelah untuk berlari mengejarmu. Setiap kali ku bertemu denganmu, kamu selalu tidak pernah mau untuk terbuka. Selalu ada alasan ketika aku hampir berhasil untuk memilikimu. Apakah aku harus tetap bertahan ? Sedangkan sang waktu terus menuntutku untuk menatap masa depan. Apa kamu cukup pantas untuk ku perjuangkan? Ataukah aku harus melupakanmu dan mencari penggantimu ?

Sedangkan untuk mencari penggantimu bukanlah hal yang mudah. Butuh proses dan waktu yang lama. Kepastian yang ku terima setelah penantian panjangpun belum tentu seindah dirimu.

Apa maumu hey? Tolong jangan berkelit lagi. Kali ini aku teramat sangat lelah. Waktuku telah habis terbuang sia-sia karenamu. Bukan aku perhitungan dan tidak mau berjuang, tetapi kini aku hilang arah. Aku seperti berlari ditempat. Tertinggal jauh dari mereka.

Apa susahnya menunjukkan dirimu. Jangan seperti putri malu. Kamu itu indah. Semua orang harus tahu itu. Percayalah padaku.

Ku mohon tunjukkanlah dirimu. Jangan berkelit lagi. Aku ingin bertemu denganmu. Jangan takut, ditanganku rahasiamu aman. Percayalah padaku.

Jangan membuatku bingung. Jangan terus menutup diri. Aku butuh kepastian. Jika memang kamu tidak mau, yasudah aku akan mengalah. Aku akan meninggalkanmu. Jika itu maumu :')

Minggu, 04 Januari 2015

Saya Berjanji, Suatu Saat Saya Akan Sukses!

Main-hang out-senang-malas-mencari kebahagiaan.

Setiap hari terus begitu. Seperti siklus kehidupan yang tidak pernah berhenti. Hanya membuang-buang waktu untuk hal yang tidak berguna.

Mau sampai kapan main terus ?
Mau sampai kapan hang out terus ?
Mau sampai kapan bersenang-senang terus ?
Mau sampai kapan bermalas-malasan terus ?
Mau sampai kapan mencari kebahagiaan terus ?

Kebahagiaan ?
Sudah ketemu kebahagiaannya ?
Sudah selesai senang-senangnya ?
Katanya ingin bahagia, ingin hidup senang.
Seperti ini sudah bahagia ?
Yakin sudah bahagia ?

Bahagia itu ketika apa yang kita inginkan sudah di depan mata.
Hal kecilnya wisuda.
Hai Glaverina Reiska...
Skripsi apa kabar ?
Skripsi sudah dikerjakan ?
Skripsi sudah beres ?
Kapan wisuda ?

Hmmm...Hmmm...Hmmm..
Tentu kamu tidak bisa menjawab kan ?
Selama ini kamu kemana saja ?
Orang lain sudah seminar skripsi, kamu belum.
Kemarin-kemarin sibuk PPL ?
Apa kabar dengan mereka yang sudah seminar ?
Oh. Kan kamu pegang 5 kelas. Sibuk sekali ya ?
Memang ke sekolah hari apa saja ?
Full satu minggu ?
Tidak sih. Rabu, jumat, sabtu, minggu libur.
Mengapa tidak dimanfaatkan ?
Menyesal bukan ?
Ya, sangat menyesal :(

Terus bagaimana ?
Sekarang sudah bulan januari 2015.
WISUDA APRIL 2015 GAGAL!!!
Seminar bulan ini ? Memang bisa ?
Datanya belum ada :(
Alasan !
Kan masih bisa mengerjakan Bab 2 dan Bab 3. Punyamu masih copas bukan ?
Iya :( maaf :(

Mengapa ini bisa terjadi ?
Mau alasan apalagi ?
Karena JOMBLO ?
Mau pakai alasan itu ? BULLSHIT !
Kalau memang kamu pengen punya pacar untuk menyemangati, lihat disana ada Andi di depan mata.
Mau pacaran ?
Bukannya itu doa mu agar ada penyemangat skripsi kan ?

Hmmmm. Aku terdiam tak bisa menjawab.

Sekarang sudah tidak ada waktu lagi.
Kamu sudah terlalu banyak membuang waktu.
Sekarang wakunya kamu berjuang.
Masa depanmu ada di tanganmu, bukan ditangan orang lain.
Walaupun ada orang yang bilang,
Masa depanmu ada di tanganmu, bukan di tangan perguruan tinggi.
Tapi setidaknya suatu saat kamu akan bangga,
Kelak namamu akan menjadi Glaverina Reiska, S,Pd

Bayangkan betapa bahagianya orang tua mu melihatmu memakai toga.
Betapa bangganya mereka melihat anaknya mempunyai gelar Sarjana Pendidikan.

Sampai detik ini apa yang sudah kamu berikan kepada mereka ?
Belum :(
Kapan kamu akan memberikannya ?
Ingat Glave, waktu terus berputar.
Semakin lama mereka semakin tua.
Semakin hari umur mereka pun akan bertambah.
Sebentar lagi mereka pensiun.
Kamu ingin kan melihat mereka bahagia dan bangga karena memiliki anak sepertimu ?

Satu pesanku untukmu hai diriku.
Jangan pernah sia-siakan waktu mu.
Jangan sampai kamu menyesal.

Ingat umurmu juga Glave, sekarang kamu sudah 21 tahun.
Tahun ini sudah 22 tahun.
Beberapa tahun lagi kamu pasti menginginkan punya pendamping hidup, tinggal di istana, punya malaikat kecil,hidup bahagia, dan sukses.

Jadi tunggu apalagi ?
Ayo kerjakan skripsi.
Bismillah "Pengaruh Rotasi Pekerjaan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan dengan Variabel Kontrol Umur dan Masa Kerja"
Kejar wisuda agustus 2015.
Bikin semua orang bangga padamu.

Janji mau berusaha untuk sukses ?

OKE SAYA BERJANJI MULAI DETIK INI AKAN MENGERJAKAN SKRIPSI DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH. SAYA AKAN MERAIH GELAR SARJANA PENDIDIKAN. SAYA AKAN KEJAR IMPIAN SAYA UNTUK MERAIH KESUKSESAN. SAYA BERJANJI, SUATU SAAT SAYA AKAN SUKSES!!!!! AAMIIN...

Tanimulya, 5 Januari 2015

Glaverina Reiska
1102768