Sabtu, 14 Maret 2015

Tentang Aku, Kamu dan Dia (Sahabatmu)

Ini kisahku, kamu dan dia.
Kita bertiga bertemu di tempat dan waktu yang berbeda.
Awalnya aku melihat dia.
Kemudian aku cukup sering melihat dia.
Tetapi aku tidak pernah tahu siapa nama dia.
Aku dan dia tidak pernah saling mengenal.
Hingga aku tidak pernah melihat dia lagi.

Suatu saat aku bertemu denganmu.
Kita dipertemukan di sudut sekolah.
Berbeda dengan dia,
Aku dan kamu akhirnya saling mengenal.
Sampai suatu ketika,
Aku tidak pernah tahu ternyata kamu mencintaiku.
Kamu mengumpulkan keberanian untuk mendekatiku.
Kemudian aku dan kamu menjadi dekat.
Tetapi aku dan kamu belum menjadi kita.

Sebelum kamu mendekatiku.
Aku melihat dia lagi.
Aku bertemu dengannya di sekolah.
Rupanya dunia begitu sempit,
Kamu dan dia adalah sahabat sejati.
Seperti bintang dan malam hari,
Tidak pernah bisa dipisahkan.

Saat aku sedang bersamamu, aku bertemu dia lagi.
Saat itu juga aku tahu dia adalah Pijar.
Aku, kamu dan dia kemudian sering bersama.
Kamu selalu dengan dia,
Sedangkan aku hanya dengan diriku yang sibuk mencintai dia dalam diam.

Semakin lama aku, kamu dan dia semakin dekat.
Kami sering menghabiskan waktu bersama dan bercerita banyak hal.
Aku baru tahu,
Ternyata aku dan dia memiliki nasib yang sama: sama-sama selalu menjadi orang ketiga.

Pantas saja aku mencintai dia.
Aku dan dia memiliki kesamaan.
Semua yang aku inginkan ada di dia.
Aku nyaris saja ingin merubah kamu seperti dia.
Tetapi tentu saja itu tidak bisa karena kamu bukan dia.

Makin lama kamu makin mencintaiku.
Makin lama pula aku harus berusaha menyingkirkan perasaan terlarang ini untuk dia.
Karena aku tidak mungkin mencintai dia.
Aku tidak ingin membuat persahabatan kamu dan dia menjadi hancur.
Tetapi aku juga tidak mau membohongi perasaanku sendiri.
Bahwa ternyata aku mencintai dia, bukan kamu.

Mungkin dia tidak pernah tahu bahwa sebenarnya aku mencintai dia.
Karena sebenarnya jika dia tahu pun itu tidak akan berarti apa-apa.
Walaupun ternyata dia juga mencintaiku,
Tetapi aku dan dia tidak mungkin bisa bersama.
Karena akan mengkhianati persahabatan kalian.

Kemudian ku putuskan sesuatu,
Aku akan melupakan dia dan mulai mencintaimu.
Tetapi saat aku mencintaimu saat itu juga kamu malah meninggalkan ku.
Berbeda dengan dia yang berusaha menenangkanku, kamu malah tega membiarkanku menangis.

Akhirnya aku dan kamu menjauh.
Aku tidak ingin semakin terluka jika terus bersamamu.
Tapi aku juga tidak ingin jauh dari dia.
Mau bagaimana lagi
Memang sudah takdirnya aku tidak diizinkan untuk mencintai kamu ataupun dia
Makannya Tuhan memisahkan kita
Mungkin itu jalan terbaik untuk aku kamu dan dia.

Aku yakin satu saat pasti aku akan bahagia, bukan dengan kamu. Tetapi dengan dia. Entah dia Pijar ataupun dia-dia yang lain.

Selasa, 03 Maret 2015

Dia Bukan Kamu

Hari ini aku cukup lelah. Tadinya aku akan melampiaskannya pada rentetan buku-buku tak berdosa. Aku ingin membacanya sampai habis tak tersisa agar otakku dipenuhi dengan ilmu yang bermanfaat. Bukan malah memikirkan hal-hal yang tidak penting (dibaca: kamu).

Jujur aku masih belum bisa terima atas keputusanmu tempo lalu. Semudah itu berpaling dan berkata maaf. Mengatasnamakan logika tapi melupakan emosi. Ah sudahlah, Aku semakin benci dengan logika! Bukannya aku terlalu larut ke dalam perasaan. Tetapi unsur emosi disini sangat berperan penting dibandingkan hanya dengan logika semata.

Sore yang lelah ini, aku seperti mendapatkan sentilan semangat dari ponselku. Dia yang dulu pernah singgah dihati mengajakku untuk bertemu. Entah ada angin apa. Tapi aku merasa senang. Ku batalkan rencana untuk membaca buku lalu aku bergegas menemuinya.

Padepokan Jati Rasa. Tempat ini masih saja sama seperti dulu terakhir kali dia mengajakku kesini. Sebuah rumah kecil yang dilengkapi dengan ornamen dan alat musik sunda yang khas. Dia mengajakku untuk menyaksikannya memainkan alat musik itu. Telingaku dimanjakan oleh alunan lagu sunda yang indah. Dia memang hebat dalam hal ini. Salut! Jaman sekarang masih ada pemuda yang dengan bangga nya melestarikan budaya sunda.

Cukup! Jangan sampai aku terhinotis lagi. Tapi kali ini aku hanya ingin mengobati hatiku yang terluka karenamu. Mengingatmu membuatku sakit tapi ada kalanya bertemu itu menyembuhkan luka. Tentu saja bukan bertemu denganmu. Tapi dengan dia. Ahmadireja Ginan.

Namun aku juga pernah terluka karena dia. Kamu dan dia sama-sama jahat. Tetapi setidaknya dia masih punya perasaan. Dia berhasil memainkan emosi, mengubah emosi negatif menjadi emosi positif.

Ditemani alunan instrumen lagu sunda, aku dan dia saling melepas rindu satu sama lain. Aku tahu dia merindukanku. Begitupun dengan aku yang sedari tadi memperhatikan dia. Aku suka cara dia menatapku dengan segaris senyuman yang menenangkan jiwa.

Suasana berubah menjadi sedikit canggung ketika aku dan dia mulai melibatkan orang lain masuk ke dalam obrolan. Aku tahu dia tidak suka itu. Begitupun dengan aku. Tetapi rasa penasaranku mengalahkan segalanya. Aku masih penasaran dengan teman KKN nya yang katanya sampai sekarang masih setia mencintainya. Tak lupa dia juga menanyakan soal kamu. Rupanya hatinya teramat cemburu ketika melihat foto kita berdua.

Apa ? Cemburu ?Mengapa dia cemburu ? Apa mungkin dia mencintaiku ? Disitu aku terdiam tak banyak bicara. Aku tidak menyangka dia ternyata benar cemburu tapi dia menyembunyikannya dariku. Aku kira dia sudah tidak peduli denganku karena kita sudah lama tidak kontekan. Aku menyesal pernah mengumbar foto bersamamu. Seharusnya dengan dia. Karena memang sebenarnya yang aku inginkan adalah dia. Bukan kamu.

Aku tahu dia sudah mengetahui semuanya. Dia hanya memastikan bahwa apa yang diketahuinya itu benar dari sumbernya langsung. Aku terpancing untuk menceritakan tentang kamu kepadanya. Belum selesai aku bercerita dia tiba-tiba terlihat beda. Dia bilang jangan diteruskan. Aku tahu dia cemburu. Aku senang dia cemburu. Itu berarti dia mencintaiku ?

Kemudian dia menyentuh tanganku. Tangannya terasa hangat. Nyaman sekali rasanya. Aku tidak mau melepaskannya.  Aku bisa merasakan desiran darah dan detak jantungnya disini. Seperti menyatu dengan darahku, jantungku ikut berdegup. Apakah dia merasakan hal yang sama ?

Ginan. Aku sayang Ginan. Walau dulu aku sempat membencinya dan mencoba berpaling tetapi aku dan dia memiliki banyak kesamaan. Itu yang membuatku nyaman bersamanya. Karena sifatnya sifatku juga. Aku dan dia hampir sama. Aku menemukan diriku di dalam dirinya.

Ginan Ahmadireja. Di dalam namanya ada namaku. Di dalam hatinya apa ada aku ? :)