Selasa, 03 Maret 2015

Dia Bukan Kamu

Hari ini aku cukup lelah. Tadinya aku akan melampiaskannya pada rentetan buku-buku tak berdosa. Aku ingin membacanya sampai habis tak tersisa agar otakku dipenuhi dengan ilmu yang bermanfaat. Bukan malah memikirkan hal-hal yang tidak penting (dibaca: kamu).

Jujur aku masih belum bisa terima atas keputusanmu tempo lalu. Semudah itu berpaling dan berkata maaf. Mengatasnamakan logika tapi melupakan emosi. Ah sudahlah, Aku semakin benci dengan logika! Bukannya aku terlalu larut ke dalam perasaan. Tetapi unsur emosi disini sangat berperan penting dibandingkan hanya dengan logika semata.

Sore yang lelah ini, aku seperti mendapatkan sentilan semangat dari ponselku. Dia yang dulu pernah singgah dihati mengajakku untuk bertemu. Entah ada angin apa. Tapi aku merasa senang. Ku batalkan rencana untuk membaca buku lalu aku bergegas menemuinya.

Padepokan Jati Rasa. Tempat ini masih saja sama seperti dulu terakhir kali dia mengajakku kesini. Sebuah rumah kecil yang dilengkapi dengan ornamen dan alat musik sunda yang khas. Dia mengajakku untuk menyaksikannya memainkan alat musik itu. Telingaku dimanjakan oleh alunan lagu sunda yang indah. Dia memang hebat dalam hal ini. Salut! Jaman sekarang masih ada pemuda yang dengan bangga nya melestarikan budaya sunda.

Cukup! Jangan sampai aku terhinotis lagi. Tapi kali ini aku hanya ingin mengobati hatiku yang terluka karenamu. Mengingatmu membuatku sakit tapi ada kalanya bertemu itu menyembuhkan luka. Tentu saja bukan bertemu denganmu. Tapi dengan dia. Ahmadireja Ginan.

Namun aku juga pernah terluka karena dia. Kamu dan dia sama-sama jahat. Tetapi setidaknya dia masih punya perasaan. Dia berhasil memainkan emosi, mengubah emosi negatif menjadi emosi positif.

Ditemani alunan instrumen lagu sunda, aku dan dia saling melepas rindu satu sama lain. Aku tahu dia merindukanku. Begitupun dengan aku yang sedari tadi memperhatikan dia. Aku suka cara dia menatapku dengan segaris senyuman yang menenangkan jiwa.

Suasana berubah menjadi sedikit canggung ketika aku dan dia mulai melibatkan orang lain masuk ke dalam obrolan. Aku tahu dia tidak suka itu. Begitupun dengan aku. Tetapi rasa penasaranku mengalahkan segalanya. Aku masih penasaran dengan teman KKN nya yang katanya sampai sekarang masih setia mencintainya. Tak lupa dia juga menanyakan soal kamu. Rupanya hatinya teramat cemburu ketika melihat foto kita berdua.

Apa ? Cemburu ?Mengapa dia cemburu ? Apa mungkin dia mencintaiku ? Disitu aku terdiam tak banyak bicara. Aku tidak menyangka dia ternyata benar cemburu tapi dia menyembunyikannya dariku. Aku kira dia sudah tidak peduli denganku karena kita sudah lama tidak kontekan. Aku menyesal pernah mengumbar foto bersamamu. Seharusnya dengan dia. Karena memang sebenarnya yang aku inginkan adalah dia. Bukan kamu.

Aku tahu dia sudah mengetahui semuanya. Dia hanya memastikan bahwa apa yang diketahuinya itu benar dari sumbernya langsung. Aku terpancing untuk menceritakan tentang kamu kepadanya. Belum selesai aku bercerita dia tiba-tiba terlihat beda. Dia bilang jangan diteruskan. Aku tahu dia cemburu. Aku senang dia cemburu. Itu berarti dia mencintaiku ?

Kemudian dia menyentuh tanganku. Tangannya terasa hangat. Nyaman sekali rasanya. Aku tidak mau melepaskannya.  Aku bisa merasakan desiran darah dan detak jantungnya disini. Seperti menyatu dengan darahku, jantungku ikut berdegup. Apakah dia merasakan hal yang sama ?

Ginan. Aku sayang Ginan. Walau dulu aku sempat membencinya dan mencoba berpaling tetapi aku dan dia memiliki banyak kesamaan. Itu yang membuatku nyaman bersamanya. Karena sifatnya sifatku juga. Aku dan dia hampir sama. Aku menemukan diriku di dalam dirinya.

Ginan Ahmadireja. Di dalam namanya ada namaku. Di dalam hatinya apa ada aku ? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar